Sabtu, 02 Agustus 2008

Nasionalisme

Nasionalisme adalah pilar utama dalam berbangsa dan bernegara. Sebuah negara yang tidak ditopang dengan pilar nasionalisme yang kokoh, akan menjadi rapuh, kemudian runtuh, dan akhirnya tinggal sejarah. Kejayaan Bangsa Romawi, Mesir Kuno, Yunani Kuno, Mongol, Andalusia, Ottoman, Majapahit, Sriwijaya, Gowa, dan Mataram, kini hanya tinggal kenangan yang bisa kita ketahui melalui buku sejarah dan sisa-sisa peninggalannya. Tentu kita tidak berharap Republik Indonesia yang tercinta ini mengalami nasib yang sama dengan bangsa-bangsa pendahulunya itu.

Pengertian nasionalisme di sini, tentunya bukan dalam arti yang sempit, simbolis, dan seremonial belaka, seperti misalnya, seseorang baru akan disebut nasionalis apabila dia rutin mengikuti upacara penaikan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, meski dalam prilakunya sehari-hari senantiasa merugikan negara dan bangsanya. Pengertian nasionalisme di sini adalah perasaan cinta, rasa memiliki, dan mau berkorban dari individu atau sekelompok orang terhadap bangsa dan negaranya.

Dr. Frederick Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics, mengidentifikasi 4 (empat) unsur nasionalisme, yaitu hasrat untuk mencapai kesatuan, mencapai kemerdekaan, mencapai keaslian, dan kehormatan bangsa. Jadi seorang nasionalis sejatinya akan mengutamakan kepentingan bangsa dan negaranya di atas kepentingan pribadi dan golongannya.

Dalam perspektif aparat negara, nasionalisme tidak semata-mata ditunjukkan melalui kegiatan seremonial dan simbolis semata, akan tetapi diaplikasikan dalam prilaku dan perbuatannya. Seorang pegawai negeri misalnya, baru dapat disebut nasionalis apabila dia telah melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, suku, atau partainya. Seorang nasionalis sejati pasti tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan negara, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan pemborosan keuangan negara.

Sehubungan dengan fungsi pelayanan publik, institusi Pengadilan Pajak dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal dalam upaya menyelesaikan sengketa pajak secara adil, dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Pertanyaannya sekarang, sudahkan kita memberikan pelayanan yang optimal dan memuaskan para pihak yang bersengketa, seperti Pemohon Banding/Penggugat dan Terbanding/Tergugat?

Untuk mewujudkan hal tersebut, tentulah dibutuhkan instrumen atau perangkat kerja, antara lain adalah struktur organisasi yang tepat, uraian pekerjaan yang efektif dan efisien, sumber daya yang berkualitas, dan remunerasi yang memadai. Namun satu hal yang terpenting adalah semua instrumen tersebut hanya dapat berjalan dengan baik, apabila didukung dengan semangat nasionalisme. Semuanya akan menjadi tidak berarti apa-apa, apabila di dalam diri kita sendiri tidak ada semangat nasionalisme.

Oleh karenanya, momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-63 ini adalah merupakan saat yang tepat bagi kita untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisme kita sebagai aparat negara (public servant) yang telah mendekati titik nadir, bahkan mungkin telah pupus. Dengan semangat nasionalisme kita akan dapat memerdekakan diri kita dari penjajahan materi, ambisi kekuasaan, fanatisme sempit, kemalasan dan kebodohan. Semoga dengan semangat nasionalisme, Pengadilan Pajak dapat melaksanakan fungsi pelayanan publik yang optimal dan memuaskan semua pihak, demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum penyelesaian sengketa pajak di Republik Indonesia yang tercinta ini. Merdeka!

2 komentar:

Gogo Caroselle mengatakan...

I am amazed by your article, do tell me if you visit singapore, pasti seru bisa ngobrol2 banyak =)

adnan mengatakan...

thanks for visit my blog.

Iya saya masih mencari waktu untuk visit singapore. I'll visit Singapore maybe on December.

If you visit Jakarta, just tell me...:)