Minggu, 13 Juli 2008

Cinta dalam Komitmen Reformasi

Apabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia…

Walau jalannya sukar dan curam…

Dan pabila sayapnya memelukmu, menyerahlah kepadanya…

Walau pedang yang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu…


Untaian kalimat indah dari Penyair Kahlil Gibran di atas, menunjukkan betapa dahsyatnya daya magis cinta. Cinta bisa membuat seseorang rela untuk melakukan dan mengorbankan apapun yang dimilikinya untuk orang yang dicintai, meski itu mungkin dapat melukai bahkan membunuhnya. Oleh karenanya komitmen reformasi yang merupakan cita-cita kita bersama, hanya dapat terwujud, apabila di dalamnya ada cinta, karena mencintai adalah keinginan untuk selalu memberi, mempersembahkan yang terbaik, melindungi, dan menjaga kehormatannya.

Kalimat pertama yang akan muncul kemudian di benak kita adalah apa alasan kita untuk mencintai Pengadilan Pajak? Adakah dia secantik Tamara Blezensky atau setampan Brad Pitt? Tentu tidak. Seperti yang telah kita pahami bersama, Pengadilan Pajak adalah lokus atau tempat dimana kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk berkarya. Di sinilah tempat kita bekerja, mencari nafkah, dan bergaul, atau sekedar berlindung dari teriknya mentari, polusi udara, derasnya hujan, banjir, dan kemacetan. Jika dihitung, durasi dari jam 7.30 pagi sampai jam 5 sore, kita menghabiskan waktu di institusi ini paling tidak 9 jam sehari. Bandingkan dengan waktu kita untuk berkumpul dengan keluarga di rumah yang efektif hanya sekitar 4 jam sehari. Suka atau tidak suka, Pengadilan Pajak adalah rumah kita yang sesungguhnya. Kita adalah bagian dari Pengadilan Pajak. Itulah alasan logis mengapa kita mencintai Pengadilan Pajak.

Sebagai makhluk yang relijius, tentu perasaan cinta kita ini, tidak hanya sekedar keinginan untuk melakukan yang terbaik bagi Pengadilan Pajak, akan tetapi juga dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang besar kepada Negara, Bangsa, dan tentunya, kepada Tuhan Yang Mahaesa. Dengan makna cinta seperti inilah, maka komitmen atau janji kita untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik akan terealisasi.

Penulis berharap, momentum enam tahun eksistensi Pengadilan Pajak di negeri ini, bisa menjadi starting point atau titik awal dalam upaya kita untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam segala aspek. Saat ini, reformasi adalah merupakan suatu keharusan apabila kita ingin tetap eksis di tengah desakan perubahan yang begitu cepat. Komitmen tidak lagi hanya terbersit dalam hati atau sekedar hiasan dalam kata tanpa makna, akan tetapi harus diaplikasikan melalui kerja yang nyata. Semangat perubahan tidak hanya menjadi responsibilitas para Change Agent, akan tetapi sudah merupakan kebutuhan kita semua sebagai manusia untuk selalu ingin berbuat yang lebih baik dari hari-hari kemarin. Akan tetapi, sekuat apapun komitmen kita untuk melakukan perubahan, tanpa dukungan dari komponen yang lain dalam organisasi Pengadilan Pajak, maka usaha yang kita lakukan juga tidak akan pernah optimal.

Dalam cinta ada kebersamaan. Spirit de corps atau semangat kebersamaan akan muncul seiring dengan perasaan cinta kita kepada Pengadilan Pajak. Organisasi Pengadilan Pajak, bisa kita ibaratkan dengan sistem pembuluh darah kita yang rumit. Sistem ini terdiri dari jantung dan jaringan pembuluh darah, yaitu arteri, pebuluh kapiler, dan vena. Semua arteri datang dari jantung dan semua vena menuju ke jantung, adapun arteri dan vena ini dihubungkan oleh pembuluh kapiler.

Menurut para peneliti di bidang ilmu kedokteran, jantung adalah sebuah organ otot yang berfungsi sebagai stasiun pemompaan dalam sistem peredaran darah manusia. Jantung kita ini dibungkus oleh sebuah kantong ganda yang disebut perikardium. Suatu dinding yang disebut septum, membagi jantung menjadi belahan kiri dan belahan kanan. Setiap belahan terbagi lagi menjadi ruang atas yang disebut atrium (serambi jantung) dan ruang bawah yang disebut ventrikal (bilik jantung).

Atrium menerima darah dari vena, sedangkan ventrikal memompa darah menuju arteri. Sebagian darah yang ada di dalam jantung yang baru saja memperoleh oksigen segar dari paru-paru, akan dipompa masuk ke dalam arteri besar yang disebut aorta. Dari aorta darah dibawa masuk ke dalam sistem cabang arteri yang lebih kecil. Dari arteri ini darah langsung masuk ke pembuluh kapiler. Di sini darah akan melepaskan oksigen dan zat-zat makanan yang telah diserap dari usus halus dan hati ke jaringan-jaringan. Bahan-bahan sisa, termasuk gas karbon dioksida, diambil. Setelah itu darah yang tidak mengandung oksigen lagi masuk ke vena, kemudian kembali ke jantung melalui dua vena besar. Selanjutnya darah dipompa dari jantung melalui arteri pulmonalis besar ke paru-paru. Di dalam paru-paru karbon dioksida dilepaskan dan oksigen diambil. Darah yang telah berisi oksigen kemudian dikembalikan ke jantung melalui vena pulmonalis dan barulah peredaran darah dimulai. Begitulah seterusnya tanpa henti.

Organ-organ di dalam sistem pembuluh darah kita itu merupakan satu mata rantai yang saling terkait satu dengan yang lain, jika salah satunya gagal berfungsi, maka keseluruhan proses peredaran darah akan mengalami gangguan, atau bahkan terhenti sama sekali. Begitu pula dengan sistem kerja kita di Pengadilan Pajak.

Contoh konkritnya, Pengadilan Pajak tidak akan bisa memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, tanpa persidangan yang diselenggarakan oleh Majelis Hakim, namun Majelis Hakim tidak akan bisa bersidang tanpa bantuan Panitera, sedangkan seorang Panitera juga tidak akan bisa membantu Majelis Hakim, tanpa Pembantu Panitera dan stafnya yang menyiapkan risalah sengketa, menyusun berita acara sidang, dan membuat konsep putusan. Pembantu Panitera dan stafnya juga tidak akan bisa membuat risalah sengketa, tanpa adanya distribusi berkas dari bagian Administrasi Sengketa Pajak, dan seterusnya. Kesimpulannya, semua komponen di dalam tubuh organisasi Pengadilan Pajak, saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu dengan yang lain. Di sinilah pentingnya kebersamaan.

Pengadilan Pajak yang merupakan metamorfosis dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002, diharapkan menjadi badan peradilan yang dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia. Sehubungan dengan fenomena terus meningkatnya jumlah sengketa pajak yang masuk ke Pengadilan Pajak, tentunya berdampak pada meningkatnya pula harapan terhadap proses penyelesaian sengketa pajak secara adil, dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana.

Oleh karenanya adalah suatu kebutuhan yang mendesak bagi kita untuk segera melakukan pembenahan pada institusi Pengadilan Pajak ini, yaitu dengan mencari formula dan solusi terbaik dalam fungsi pelayanan publik untuk mendukung tercapainya keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Kesimpulannya, fokus perhatian kita untuk saat ini adalah peningkatan kualitas pelayanan administrasi sengketa pajak. Untuk mewujudkannya, tentulah dibutuhkan perangkat dan prosedur kerja yang baik, antara lain adalah struktur organisasi yang tepat, uraian pekerjaan yang efektif dan efisien, sumber daya yang berkualitas, dan tentunya, remunerasi yang memadai. Tanpa itu semua, maka fungsi pelayanan publik sebagai pendukung tercapainya keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, tidak akan pernah optimal dan hanya ada dalam angan semu.


Adn@n
(dimuat di Tax Court Media edisi April 2008)

Tidak ada komentar: