Kamis, 23 September 2010

Relokasi Pengadilan Pajak

Setelah sempat tidak terdengar kabar beritanya, nama Pengadilan Pajak yang sempat menjadi sorotan publik seiring dengan terungkapnya praktik makelar kasus yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan, kembali menyeruak di ranah publik. Hal ini tentu terkait dengan rencana pemindahan gedung kantor Pengadilan Pajak dan tempat bersidang di 5 kota di Indonesia.


Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, kantor dan tempat bersidang Pengadilan Pajak yang saat ini berada di lingkungan Kementerian Keuangan di Jl. Dr. Wahidin, Jakarta, akan dipindahkan ke gedung milik BPKP di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta. Pemindahan yang diperkirakan akan menelan biaya sebesar Rp5,18 miliar ini, hanya bersifat sementara sambil menunggu pembangunan gedung dan lokasi bersidang yang permanen untuk Pengadilan Pajak di Jl. Jend. Sudirman, Jakarta yang diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 tahun. Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp188,15 miliar untuk pengadaan tanah dan bangunan gedung Pengadilan Pajak yang nantinya akan berdampingan dengan gedung kantor OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Menurutnya lagi, pemindahan ini terkait reformasi Pengadilan Pajak agar makin independen.


Kementerian Keuangan juga berencana untuk memindahkan sebagian tempat bersidang Pengadilan Pajak yang selama ini hanya berada di Jakarta ke 5 kota besar di Indonesia. Sebagaimana diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Mulia P. Nasution, kelima kota itu adalah Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Tempat bersidang Pengadilan Pajak rencananya akan mengambil lokasi di Gedung Keuangan Negara yang ada di kelima kota tersebut. Pemilihan kelima kota tersebut didasarkan pada perhitungan dan proyeksi jumlah sengketa pajak di masing-masing daerah berdasarkan data dari Bagian Administrasi Sengketa Pajak II, Sekretariat Pengadilan Pajak. Targetnya pada triwulan IV Tahun 2011, Pengadilan Pajak sudah dapat bersidang di kelima kota tersebut.


Niat baik dan upaya Kementerian Keuangan tersebut patut didukung, namun demikian nampaknya masih perlu dikaji terkait dengan urgensi dan relevansinya dengan reformasi Pengadilan Pajak. Masalah yang hingga saat ini masih menjadi hambatan dan semestinya menjadi prioritas untuk dicari jalan keluarnya adalah menumpuknya berkas sengketa yang belum diputus dan diucapkan di Pengadilan Pajak. Hal ini tentu berdampak pada kepastian hukum bagi para pencari keadilan pajak dan penerimaan Negara dari sektor perpajakan. Hal tersebut disebabkan oleh antara lain belum efektif dan efisiennya proses pelayanan administrasi dan informasi dalam penyelesaian sengketa pajak, masih minimnya pendidikan dan latihan yang berbasis kompetensi bagi hakim dan pegawai, belum jelasnya pola mutasi dan promosi pegawai, dan sebagainya.


Kementerian Keuangan sendiri sebagai institusi pemerintah yang melaksanakan pengelolaan keuangan negara sebenarnya telah merintis program reformasi birokrasi pada tahun 2004 dan secara resmi dicanangkan sebagai program prioritas pada tahun 2007. Reformasi birokrasi tersebut meliputi penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, dan peningkatan kualitas manajemen sumber daya manusia (SDM). Pengadilan Pajak yang pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangannya dilakukan oleh Kementerian Keuangan, merupakan salah satu obyek dalam program reformasi birokrasi. Oleh karenanya hal yang semestinya lebih diprioritaskan adalah terkait dengan penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, dan peningkatan kualitas manajemen SDM.


Pengadaan gedung dan tempat bersidang yang tetap dan berada di luar lingkungan Kementerian Keuangan tentu sangat diperlukan bagi Pengadilan Pajak, namun demikian yang perlu dikritisi adalah urgensi pemindahan sementara gedung Pengadilan Pajak ke Jl. Hayam Wuruk, Jakarta. Kantor dan tempat bersidang Pengadilan Pajak yang harus berpindah-pindah tempat dalam kurun waktu yang singkat tentu tidak akan efektif dan efisien, akan tetapi justru akan mengganggu kontinyuitas proses bersidang dan penyelesaian sengketa pajak.


Terkait dengan pengadaan tempat bersidang di daerah, tentu diharapkan akan lebih memudahkan bagi para pencari keadilan pajak yang berada di 5 kota tersebut dan daerah sekitarnya karena tidak harus datang jauh-jauh dari daerahnya ke Jakarta untuk bersidang. Namun demikian teknis pemindahan tersebut perlu pengkajian yang mendalam, terutama terkait dengan struktur, proses bisnis, SDM, serta biaya operasionalnya. Dengan kondisi sekarang dimana Pengadilan Pajak tetap berkedudukan di Jakarta, bersidang ke daerah tentu akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama untuk biaya operasional dan perjalanan dinas para pegawainya. Sementara pendirian kantor perwakilan atau cabang tidak dapat dilakukan karena hal tersebut akan bertentangan ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menetapkan bahwa kedudukan Pengadilan Pajak adalah di ibukota Negara, yaitu Jakarta.

(dari berbagai sumber)